Minggu, 20 Maret 2016

Rangga, yang Kamu Lakukan ke Saya Itu, Jahat!

Assalamu’alaikum warrahmatullahi wabarakatuh :)

Ada yang merasa familiar dengan kalimat yang saya gunakan sebagai judul dalam postingan ini? Yak, tepat sekali. Kalimat tersebut adalah sebuah pernyataan yang diucapkan oleh Cinta kepada Rangga di dalam trailer film Ada Apa dengan Cinta part 2. Kalimat ini dilontarkan Cinta atas sikap Rangga yang dianggapnya telah berbuat jahat karena meninggalkan – atau lebih tepatnya menggantungkan Cinta selama 14 tahun.

Image source
Ya, Rangga jahat. Itulah yang ada di dalam pikiran Cinta. Bagaimana tidak jahat? Setelah 14 tahun menghilang tanpa kabar, Rangga tiba-tiba datang menemui Cinta. Dan selama 14 tahun tanpa kejelasan itu, Cinta dengan setia menunggu Rangga untuk kembali, tanpa pernah sedikitpun membuka hatinya untuk pria lain.

Pertanyaan yang kemudian muncul adalah: apakah Rangga memang sejahat itu? Bagaimana jika terjadi anomali?

Bagaimana bila sebenarnya, ada seseorang yang lebih jahat daripada Rangga? Seorang perempuan yang membuat sengsara dirinya sendiri. Seorang perempuan yang menutup pintu hatinya selama 14 tahun demi seorang lelaki yang dia sendiri tak pernah mengetahui bagaimana kabarnya. Padahal, jika mau, perempuan itu bisa saja dengan mudah mendapatkan lelaki lain. Lelaki yang mungkin saja lebih baik daripada lelaki yang ditunggunya itu.

Bagaimana bila anomali itu benar adanya? Bahwa ternyata, Cinta lah yang lebih jahat terhadap dirinya sendiri? Kemudian karena berbagai tekanan, keadaan, dan dominasi emosi seorang wanita, dia menyalahkan Rangga atas apapun yang telah dirasakannya selama 14 tahun ini? Mengatakan bahwa Rangga lah yang selama ini telah menjahati dirinya? Bagaimana?

Baiklah. Mari berpikir bahwa anomali ini tidak benar adanya. Mari kita berpikir sama seperti semula. Bahwa Cinta tidak salah. Bahwa cinta memang benar. Bahwa Rangga lah yang memang jahat. Mari berpikir seperti itu saja.

Kita semua sepakat bahwa Cinta dan Rangga saling mencintai. Ini artinya, Rangga juga mencintai Cinta, bukan? Lalu, mengapa Rangga tega meninggalkan Cinta tanpa kabar selama itu? Apakah satu purnama di New York memang selama 14 tahun? Ataukah ada alasan lain yang membuat Rangga menggantungkan Cinta hingga selama itu?

Sepertinya memang ada alasan khusus yang membuat Rangga pergi meninggalkan Cinta. Dan apabila ditelaah berdasarkan tren anak muda masa kini, satu hal yang dapat saya simpulkan adalah: Rangga masih belum siap. Jika Rangga memang seorang lelaki normal dan benar mencintai Cinta, maka ini adalah satu-satunya alasan logis yang masih dapat saya pikirkan.

Bukankah sekarang, ada banyak laki-laki yang enggan menyeriuskan hubungan dengan perempuan yang “dicintainya” karena alasan tersebut? Meng-kambing-hitam-kan kesiapan. Padahal, kesiapan itu sendiri tak dapat diukur. Sehingga, banyak orang yang menyalah artikan bahwa kesiapan adalah semata-mata perkara materi, perkara kemapanan. Bahwa untuk meminang anak orang, seorang lelaki harus siap dengan besar pendapatan sejumlah sekian rupiah per bulan, ataupun dengan menunjukkan segala harta benda yang dianggap dapat menjamin kelangsungan hidup perempuan yang akan diseriusinya tersebut.

Padahal, ada hal yang lebih penting untuk disiapkan daripada sekedar materi dan kemapanan. Hal itu tak lain dan tak bukan adalah modal kemapanan itu sendiri. Kenapa mapan perlu modal? Karena ia adalah capaian. Dan untuk sampai, kita memerlukan kendaraan. Sebuah kendaraan yang apabila diasumsikan bahwa itu adalah modal, maka ia adalah karakter.

Modal kemapanan itu sendiri adalah karakter-karakter baik yang jika kita hidup dengan menjunjungnya, maka kemapanan adalah buah ranum dari karakter-karakter tersebut. Karakter baik yang kita pupuk begitu lama, yang kita sirami setiap hari. Dan kita, tumbuh mendewasa bersamanya.

Sebagai seorang perempuan yang didominasi oleh “thinking” daripada “feeling”, menurut saya, adalah cukup bagi seorang laki-laki untuk memulai hubungan yang serius apabila dia telah memiliki “modal kemapanan” tersebut, terlepas dari sudah mapan ataukah belum mapan dirinya. Iya, lelaki yang sudah mapan secara finansial tentu tampak baik, dan wanita seringkali memandang hal ini sebagai salah satu bukti kesiapan.

Tetapi terkadang, yang terpenting bagi seorang wanita bukanlah tentang ber(apa) banyak yang kamu hasilkan, melainkan bagaimana kamu bisa mengusahakan untuk bisa tetap berpenghasilan. Tidak peduli tentang apa pangkat dan kedudukanmu, yang terpenting adalah bahwa kamu akan tetap berjuang mencari nafkah halal di setiap harinya. Bukan tentang seberapa mewah rumah yang kelak akan kamu bangun, tapi tentang seberapa luas hatimu untuk ditinggali olehnya, menampung segala suka dukanya.

Kamu tahu? Kamu tidak seharusnya dipilih lantaran kekayaan yang kamu miliki, namun karena ketaqwaan dan keimanan yang kamu punya. Sesuatu yang jauh lebih abadi daripada sekedar materi. Sesuatu yang akan membuatmu berusaha keras dan sadar akan kewajibanmu. Hingga kelak, saat rumah tangga itu kamu bangun, kamu tidak hanya pandai “membuat anak” saja, tapi juga ikut serta dan pandai dalam mendidik anak. Bukankah sudah seharusnya begitu?

Dan sebagaimana yang dikatakan oleh Mas Gun, bahwa karakter yang baik akan memberikan kesadaran bahwa mencintai itu bukan hanya soal waktu, namun soal keimanan dan ketaqwaan. Bahwa mencintaimu tidak dan jangan sampai mengkhianati Tuhan. Apalagi menentang segala aturan-Nya. Cinta yang baik akan lahir dari karakter seseorang yang baik.

***

Segala hal yang terlalu ribet ini niscaya akan terpikirkan saat kita beranjak dewasa. Dan ini bisa saja menjadi penyebab atas ketidak-inginan seseorang untuk menjadi dewasa.

Membicarakan tentang beranjak dewasa, saya jadi ingat dengan seorang anak luar biasa yang saya temui beberapa minggu lalu. Seorang anak yang pintar, dan saat ditanyai ingin menjadi apa ketika dewasa kelak, jawabannya sungguh membuat terkejut. Tidak seperti teman-teman lainnya yang ingin menjadi guru, polisi, dokter, atlet, dan berbagai profesi lainnya. Dia sungguh berbeda. Ingin jadi apa dia ketika dewasa? Dan kemudian dia menjawab, bahwa dia tak pernah ingin tumbuh besar. Dia tak pernah ingin menjadi dewasa. Dia, memecah paradigma.

Ternyata, peter pan syndrome (keinginan untuk tetap menjadi anak-anak) bukan hanya dapat dijumpai dalam dongeng ataupun film, tetapi juga dalam dunia nyata. Dan keinginan itu, sungguh bertumbuh di sekitar kita. Namanya Bagus, seorang anak luar biasa yang kemudian membuat saya kembali terpekur amat dalam. Apakah saya memang sudah siap untuk mendewasa? Apakah sebenarnya, di dalam diri saya ini, juga terdapat sebuah keinginan agar waktu berhenti sampai saat ini saja? Agar saya tidak harus terus terhantam arus yang memaksa dewasa. Agar saya tetap bisa tersenyum ceria atas setiap masalah yang datang, sebagaimana saya bisa selalu tertawa kapanpun saya mau saat saya kecil dahulu? Apakah saya juga memiliki sindrom itu? Apakah sebenarnya, keinginan saya juga sama dengan keinginan Bagus?

Gus, jika kakak memang bisa menghentikan waktu ini untukmu, agar kamu bisa tetap seperti ini saja dan tidak harus tumbuh mendewasa, maka akan kakak upayakan untukmu, Gus. Tapi sungguh, seberapapun kakak berusaha, kakak tak akan pernah bisa melakukannya. Mau tak mau, kakak harus memperkenalkan dunia ini padamu, Gus. Dunia yang mungkin saja akan berlaku keras kepadamu, kepada kakak juga, bahkan kepada kita semua. Tapi, Gus, sepertinya kakak punya sebuah ide, deh. Bagaimana jika kita tumbuh mendewasa bersama saja, hingga kelak, akan kita hadapi dunia ini bersama pula? Hingga kita bisa hapuskan rasa takut itu? Rasa takut untuk mendewasa yang kadang mengungkung hari-hari baik yang berhak kita miliki.

Just don't.



Khatulistiwa, (masih) pertengahan Maret 2016.


Beberapa saat setelah sadar bahwa film AADC 2 akan tayang di bioskop pada tanggal 28 April 2016. Dan setelah melihat kalender akademik, itu adalah minggu-minggu ujian bagi kami seangkatan. Kemungkinan besar saya gak bisa nonton, nih. Wassalam :’)

33 komentar:

  1. Aaaah. Peterpan Syndrom ya. Kadang saya juga berpikir untuk jadi anak-anak terus. Enak. Tapi kita gak hidup di Neverland. Orang-orang Belanda juga hidup di Neverland tapi tumbuh dewasa juga tuh. Eh itu Netherland.

    BalasHapus
  2. "Kamu tahu? Kamu tidak seharusnya dipilih lantaran kekayaan yang kamu miliki, namun karena ketaqwaan dan keimanan yang kamu punya."

    Dara punya taqwa atau imanmeter? Pinjem dongs..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Aku gak punya, bang. Lagi nyari juga ini... Ada jual dimana yak? Hehe.

      Yang kupahami, bang. Kita sebagai manusia memang gak bisa ngukur keimanan orang lain. Tapi, keimanan itu sendiri akan bermanifestasi kepada akhlak.
      Lalu, bagaimana menilai akhlak seseorang? Pertanyaan ini tentu akan memiliki jawaban yang berbeda. Gak ada rumus khusus untuk ngukur akhlak seseorang, kan? Karena itu sesuatu yang alami dan berjalan di bawah kesadaran...

      Gunakan mata hati kita untuk melihat :)

      Hapus
  3. Ini dari trailernya yah? Keren. Dari trailer bisa jadi tulisan sepanjang ini.

    Peter pan syndrome. Hmmmm..

    Saat kecil, gue selalu pengen dewasa. Gak ngerjain pr lagi, keluar rumah gak perlu di cariin lagi, gak perlu di cariin tiap hari kalo pulang malam sama ortu. Jadi anak kecil itu gak bebas. Tapi saat gue dewasa, gue malah pengen jadi anak kecil. Dewasa itu ribet. Boro boro keluar malam, untuk makan 3 kali sehari aja kadang gue harus mikir.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, bang. Trailernya heboh sih soalnya~

      Nah, sama bange bang.
      Waktu kecil, aku pengen cepet-cepet dewasa. Tapi pas udah beranjak dewasa gini, malah pengen balik lagi jadi anak kecil.
      Emang manusia gak pernah bisa puas, ya :')

      Hapus
  4. Jadi, ternyata "Peter pen itu syndrom? Gimana kabarnya Ariel, ya? Hahaha.

    Sejujurnya, emang banyak banget sekarang laki-laki (Keknya gue juga) Yang mengkambing-hitamkan-kesiapan. Tapi, bukan soal uang segalanya, buat gue, sih. Menikah itu lebih dari yg terbayangkan. Kalo materi sedikitpun gk ada, gak mungkin gue lempeng aja tetep mengikat dia dalam sebuah pernikahan. Jadi, peraiapan buat gue perlu. Bukan soal hati atau mental (Itu udah siap lama) Soal materi yg rasanya masih blm pantas inilah, mengapa sebgian orang memilih untuk blm siap.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Peter pan emang sindrom, tapi kan Noah bukan, pangeran :p

      Iya... Materi emang seperti jadi hal yang harus kudu banget dipersiapkan. Bagus kok bang, mempersiapkan segalanya.
      Tapi ya yang jangan dilupakan, bahwa bukan sekedar materi yang diperlukan untuk membangun rumah tangga. Ada banyak hal lainnya, hehe.
      Cmiiw :)

      Hapus
  5. Aku juga mau nanya kayak Renggo, sih. Gimana caranya ngukur keimanan orang? ketkwaannya juga. Terlebih bagaimana memberikan keyakinan kepada orangtua calon bahwa kita bertakwa? orangtua sekarang itu mau anaknya bahagia, dan menurut kebanyakan, bahagia adalah anaknya nggak abakal kelaparan dan kebutuhan kesehariannya bakal tercukupi. lebih diutamakan lagi kalo bisa beli barang mewah. *kusedih*

    Aku nggak tau itu salah rangga apa salah cinta, yang jelas, kalo keduanya entar mesti membuktikan siapa yang benar, yang kalah hukumannya ngapain?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Pertanyaan bang Renggo udah dijawab tuh bang di atas :p

      Bagaimana memberikan keyakinan kepada orang tua calon bahwa kita bertakwa? Apalagi kalau ukuran bahagia itu dinilai dari ukuran materi?

      Pertama, bang. Kalau aku jadi kamu. Aku gak akan berani menjanjikan kekayaan, karena harta itu milik Allah. Aku juga gak mau menjanjikan surga, sebab surga itu milik Allah. Ketentraman? Kebutuhan yang tercukupi? Kebahagiaan? Itu juga punya Allah. Apakah kita bisa berani menjanjikan apa-apa yang sebenarnya bukan milik kita? :')

      Mungkin aku cuma bisa meyakinkan bahwa anaknya akan bersama orang yang tepat. Seseorang yang akan menjanjikan untuk mengajak berjuang bersama dan tidak lelah menemani, serta mengingatkan di saat lalai. Meski akhirnya kita sama-sama menyadari, bahwa segala upaya itu bisa terjadi apabila Allah berkehendak.

      Maka, aku akan jelaskan bahwa aku gak bisa menjanjikan dunia yang diinginkan begitu banyak orang itu. Aku begini saja. Terserah bagaimana si orang tua calon melihatnya. Wkwkwkwk.


      Tadi siang sih kesepakatan di multi chat, yang kalah bakalan ditimpuk pake kamus Dorland. Dan kata Icha, yang kalah itu Yoga. Bukan Rangga. Bukan Cinta.

      Hapus
    2. Cadas,,,,,
      Sejuk dar sejuk
      #aku belajar banyak dari yg lebih junior nih

      Hapus
  6. Dara. Lagi-lagi postingan kamu dalam sekali. Judulnya mengecoh, kirain full mau balas kejahatan Rangga.

    Kamu ada pernah bilang di postingan soal makanan, kalau aku mau konsul soal makanan, aku bisa konsul via chat apa Line gitu. Aku boleh minta id Line kamu nggak, Dar? Aku mau balas komen ini di id Line aja. Itupun kalau boleh. Hehe.

    Oh iya, yang Peter Pan Syndrome, penyebabnya karena apa, Dar? Kalau nggak salah aku pernah baca. Salah satu penyebabnya karena terlalu dikekang orangtua. Bener nggak sih, Dar?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Aku gak bermaksud mengecoh pakai judul ini, kok, Cha...

      Oalah... Jadi yang di line itu... Kelanjutan ini? Hehehe.

      Banyak banget penyebabnya, Cha. Bisa juga yang faktor pola asuh itu :)

      Hapus
  7. banyak laki2 yang kayak begitu. kayaknya syndrome rangga itu emang true story banget dan sangat relevan di kehidupan sekarang. tapi, banyak juga kok cewek yang kayak gitu. ah, apapun itu... menggantungkan harapan seseorang itu nggak keren. tiba-tiba pergi, tiba-tiba datang lagi. huhh

    BalasHapus
    Balasan
    1. Udah pernah ada survey ya, Jev? Lebih banyak pelakunya laki-laki daripada perempuan?

      Ada sindrom Rangga juga? Ya ampun ckck...

      Iya, menggantungkan harapan seseorang itu emang gak ada keren-kerennya.
      Etapi Rangga tetep keren deh :p

      Hapus
  8. Aku juga takut dewasa mbak. :'(

    Aku selalu takut setiap kali ulangtahun. takut makin banyak yang dipikirin, takut makin deket sama mati padahal bekal belom siap. :'(

    Kalo disini ditanya yang salah Rangga apa Cinta? ya Rangga lah. Cinta kan cewek, Dian sastro lagi. Gabisa salah dia udah mutlak.

    BalasHapus
  9. Kalau semisal di dunia nyata ada lelaki seperti sosok ranggal dalam fil AADC 2 pemeran cinta mungkin di dunia nyata sudah mencari cinta yang baru membuka hati untuk orang lain bukan malah menunggu 14 tahun lamanya. Kadang cinta itu menyakitkan yah, duh kenapa ini jadi baper hahaha

    BalasHapus
  10. Entah kenapa aku selalu terbawa arus setiap kali tulisan kamu, mba Dara :')
    Hebat. Bikin aku jadi berpikir berulang kali.
    Iya bener, aku ngeliat banyak wanita skrg yang ngeliat bentuk kesiapan dr finansial yang baik.
    Enggak jauh-jauh deh, Ibuku saja begitu. Duh ini aib nggak sih, mba Dar :') Aku selalu nggak sependapat dgn beliau. Laki laki yang finansialnya baik, mah banyak. Tapi aku sama sekali nggak pernah ngelihat itu untuk mengukur salah satu bentuk kesiapan bagi seorang lelaki. Aku setuju dgn yg kamu tulis. Karakter yg baik, keimanan dan ketaqwaan.

    Aaaaaaa itu yg dialami Bagus memang sering banget dirasain semua orang. Nggak pengen jd orang dewasa. huhuu

    Ini komen aku kenapa curhat gini yak :'D hahahaa maapkeun, mba Dar.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Setiap kali baca tulisan kamu.

      Hehee. Kekurangan kata.

      Hapus
  11. Kalau ngomongin rangga sama cinta gini malah jadi inget iklan a*ua yang baru XD

    Wah kalau ngomongin mapan nggaknya nanti dulu aja deh, pingin bahas masalah dewasa. Setiap tambah umur gitu pasti tambah juga tuntutannya, misal umur 20 harus sudah selesai kuliah, umur 25 sukses kerja, 28 menikah. Kalau merencanakannya sih mudah, tapi kalau dipikir-pikir rasanya susah gitu ya. Jadi semacam beban gitu. Tapi ya gak enak sih jadi anak-anak mulu, repot kalau anak-anak pingin cepat besar, kalau sudah besar pingin kembali ke masa kecil.

    Itu kan bisa nonton filmnya habis ujian kak

    BalasHapus
  12. Wah hampir sama dengan saya nih pengalamannya tapi kalau saya belum sampai 14 tahun baru 3 tahunan dan sampai saat ini juga saya masih menunggu kepastiannya rasanya itu kalau menunggu yang lain pasti membosankan tapi kalau menunggu ini rasanya tidak akan pernah bosa.

    BalasHapus
  13. mengenal cinta emang gak ada habisnya

    BalasHapus
  14. Beda sama Bagus, masih kecil dulu saya berasa pengen cepet jadi orang dewasa, kayaknya jadi orang dewasa itu seru dalam melakukan segala hal, tadinya. Ternyata engga, ra..ngga. Malah sekarang pengen balik lagi ke masa kecil, dimana hal yang paling musingin cuma ngerjain PR matematika.

    BalasHapus
  15. Kok aku jadi mikir out of the box kek kamu ya dar
    Jangan jangan memang cinta yang lebih jahat dari rangga, membuarkan batinnya tersiksa menunggu kepastian sementara di luaran sama masih banyak laki2 yg nunggu wokwokkk
    #komporr ni dara kompor,
    Hahaiii, keknya klo dimasukin jenre flashfiction bisa ni dar idenya
    Aaaaakk ga bisa nonton madi ada dividi kaaaan yah, kira2 bakal rilis di pasaran ga ya, wecara dvd film indo lebih terbatas ketimbang film luar

    BalasHapus
  16. AADC ak plesetin jd "ada apa dara cayang" maksa
    okeh.. ko ak malah jd tersentuh gini bacanya. Mungkin karena ak salah satu cwo yg nengkambing hitamkan blm siap.Tp gara gara baca ini jd ada sedikit ternotifasi, mungkin dara cocok jadi mitifator hidupku #eaaak maaf malah ngegombal. Wkwk

    BalasHapus
  17. AADC ak plesetin jd "ada apa dara cayang" maksa
    okeh.. ko ak malah jd tersentuh gini bacanya. Mungkin karena ak salah satu cwo yg nengkambing hitamkan blm siap.Tp gara gara baca ini jd ada sedikit ternotifasi, mungkin dara cocok jadi mitifator hidupku #eaaak maaf malah ngegombal. Wkwk

    BalasHapus
  18. Hahaha. Jahat-jahat juga nanti sayang lagi. Dasar Cinta. Halah.

    Kok anak yang bernama Bagus itu bagus banget pemikirannya, ya? Asli nih bagus.
    Sebenernya emang ada beberapa hal yang orang dewasa lupain ketika umur semakin bertambah tua. Kadang lupa bermain, kadang malah lupa caranya memaafkan.
    Gue inget zaman kecil, hari ini berantem, besok juga main lagi. Sayangnya, sekarang nggak bisa begitu. :(

    Dan yang paling sering, takut untuk mencoba sesuatu hal yang baru. Selalu dipikirin dulu. Kelamaan mikir jadinya. Action-nya nggak (buat ngingetin diri sendiri juga). :))

    BalasHapus
  19. Aku liar trailer AADC 2 malah yang dari iklannya Aqua -_- kepret abis wkwk

    BalasHapus
  20. "Bagaimana bila sebenarnya, ada seseorang yang lebih jahat daripada Rangga?"

    Ada. Sahabat yang nusuk dari belakang itu lebih jahat daripada Rangga atau pembunuh berantai paling sadis di dunia.

    *eh.. curhat.

    BalasHapus
  21. Jadi makin penasaran dengan AADC 2 ini, jadi pengen buru-buru nonton

    BalasHapus
  22. lebih baik nonton AADC2 dari pada ujian, itu lebih penting demi masa depan cintamu :'D

    BalasHapus
  23. untung aku bukan rangga sehingga aku ngga jahat. semoga aku bisa belajar dari rangga :)

    BalasHapus
  24. tentang jkemapanan dan modal kemapanan aku sepertinya masih jauh.... peterpan sindrom atau apalah itu, huh ini sepertinya sayng sulit membuat mapan, aku infin terrus menjaddi seperti anak kecil huah

    BalasHapus